Wednesday, November 18, 2015

REHAT




 
Mengistirahatkan pikiran dari segala aktifitas, tetapi tetap melakukan hal-hal positif memang perlu. Istilah kerennya, refreshing. 1 hari istirahat untuk menghasilkan sesuatu yang produktif selama 6 hari berikutnya.
Waktu terus berjalan, umur terus bertambah, jenuh mulai mewabah. Disinilah waktunya rehat dari segala aktifitas yang sudah mulai mengembat waktu pribadi. Mungkinkah itu?
Mungkin saja, jika kita bersedia menyediakan waktu. Tidak mungkin, jika kita terus melarutkan diri dalam aktifitas yang tiada henti. Ingin rasanya mengarahkan hati kembali untuk selalu focus dan konsentrasi kepada-Nya, seperti dulu, dimana semuanya tersusun, tersruktur, dan terarah.
Kini semua berbeda, rasa malas sudah mulai menggerogoti badan yang sudah memasuki usia 25. Kembali lagi, perubahan tidak mungkin terjadi, kalau kita tidak mau berusaha dari sekarang, berusaha membunuh rasa itu, Si malas yang hari ke hari semakin beringas untuk membunuh si rajin.
Si rajin juga akan kembali menggeliat, jika kita senantiasa berusaha mengingat sang Khalik di sela-sela aktifitas, sang pencipta, sang Maha Bijaksana, sang Maha Kaya, sang Maha Pengasih, sang Maha Penyayang. Hanya kepada-Nya lah kita memohon ampunan dari kelengahan dan senantiasa meminta perlindungan-Nya di setiap langkah yang kita tempuh setiap harinya. Semoga amal ibadah kita tidak sia-sia. Amin ya rabbal ‘aalamiin. (*__*)

         

Saturday, October 17, 2015

Dag----Dig----Dug





Minggu yang menegangkan. Pertemuan pertama dengan wali murid di kelas baru. Wajah baru, suasana baru, pertanyaan baru, dan berbagai macam hal lainnya yang tidak terduga. Rambut boleh sama  hitam, tapi dijamin setiap orang punya pemikiran yang berbeda-beda. Bapak A menanyakan ini, Ibu B menanyakan itu, yang intinya semua harus dijawab dan disanggah dengan tepat tanpa menyinggung orang tua. Guru juga harus maklum, setiap orang tua pasti menaruh harapan yang tinggi kepada anak-anaknya, jadi sebisa mungkin menciptakan suasana yang akrab, sehingga terjalin hubungan yang baik antara orang tua dan guru.

Meskipun begitu, PERUBAHAN pada si anak merupakan tujuan kedua belah pihak; apapun yang selama ini telah dilaksanakan dengan sempurna oleh si anak, semoga bisa menjadi sesuatu yang terus dipertahankan oleh si anak, sebaliknya apapun yang patut diubah pada si anak, seharusnya menjadi catatan bagi guru dan PR bagi orang tua untuk bersama mengubah anak didiknya menjadi lebih baik.


Tuesday, September 29, 2015

Penulisan Kalimat Langsung / Penggunaan Tanda Petik Dua

Kalimat Langsung adalah kalimat yang langsung diutarakan oleh pembicara kepada pendengar. Untuk membedakan kalimat yang dituturkan secara langsung ataupun tidak langsung dalam suatu penulisan digunakan tanda petik dua ("...").

Contoh:
"Siswa-siswi SD Sukma Bangsa Lhokseumawe adalah murid yang sopan dan ramah." Puji Bu Yulis.

"Anak-anak, jangan buang sampah sembarangan!" ujar Bu Ana.

Jadi, bisa disimpulkan langkah-langkah dalam menulis kalimat langsung (menurut saya pribadi setelah saya baca semua buku:)
1. Tanda petik dua di awal kalimat
2. Huruf Kapital.
3. Kalimat.
4. Tanda baca (tanda titik (.), tanda koma (,), tanda tanya (?), dan tanda seru (!))
5. Tanda petik dua di akhir kalimat.

Demikian dan terima kasih, semoga bermanfaat untuk saya pribadi dan pembaca umumnya! (*_*)

Wednesday, September 16, 2015

SedeRhana!!!!


Jak ube lot tapak, duk ube lot punggong
Ngui beulaku tuboh, pajoh beulaku atra
Jak beulaku linggang, pinggang beulaku ija
-Pepatah Aceh-

Tidak ada yang cukup bagi orang yang menganggap cukup itu terlalu sedikit
­-Epicurus-

Cukup. Kata yang relative. Masing-masing pribadi memiliki tolak ukur yang berbeda terkait makna cukup. Sebagian orang memaknai cukup sebagai mapan seumur hidup, sebagiannya lagi memaknai cukup dengan kata sederhana, yaitu memperoleh sesuap nasi untuk sehari. Namun, bagi saya pribadi cukup itu berarti menjalani hari-hari dengan sederhana dan selalu bersyukur.
Mencoba melakukan yang terbaik setiap harinya juga merupakan salah satu cara untuk memenuhi arti kata cukup. Bertanggung jawab dengan tugas yang diemban, berusaha mengerjakan kewajiban tepat waktu, mencoba belajar akan sesuatu yang belum pernah dipelajari, dan berbagai macam hal baik lainnya merupakan cara-cara yang bisa manusia usahakan untuk memenuhi arti kata cukup.
Ada garis yang tidak dapat dilanggar jika ingin memenuhi “cukup” dalam hidup manusia, tergantung apa yang ditekuni oleh individu tersebut. Bagi saya seorang pendidik, berarti batasan saya yang tidak boleh saya langgar adalah mendidik, karena dalam profesi saya bukan hanya mentransfer ilmu, tapi saya juga harus mendidik. Apalagi saya mengajar di sekolah dasar, dimana anak didik saya masih susah untuk memilah hal yang baik dan hal yang salah.
Sekarang ini sebagian besar susah jika ditanya arti cukup dalam kapasitas harta, namun jika ditanya kapasitas cukup dalam arti ilmu, mudah saja dijawabnya, “kan wajib belajar 9 tahun”. Sungguh realitas.
Harapannya dalam patokan harta, cobalah pakai arti kata cukup sesuai dengan pepatah Aceh Jak ube lot tapak, duk ube lot punggong, Ngui beulaku tuboh, pajoh beulaku atra, Jak beulaku linggang, pinggang beulaku ija”, yang berarti jak ube lot tapak, memberi pemahaman pada kita bahwa dalam menggunakan sesuatu sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan persediaan yang ada. Kita juga dianjurkan tidak berlebih-lebihan, tetapi sederhana dan senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki
Dalam hal ilmu, cobalah lebih rakus. Rakus ilmu bagi seseorang merupakan hal yang wajib untuk membuktikan eksistensinya di dunia, bisa dimulai dengan hal kecil, yaitu sisihkan waktu untuk membaca. 


Monday, March 9, 2015

Amarah = Emosi ?????

Siapa yang tidak tahu Facebook. Media soasial yang mendunia, hampir semua lapisan masyarakat tahu yang namanya facebook. bahkan ada orang yang setiap hari update yang namanya status, baik itu apa yang mereka sedang lakukan, apa yang mereka sedang pikirkan, maupun hal lainnya mengenai dirinya sendiri.
Tepat pada minggu, 08 Maret 2015, saya masuk ke akun pribadi saya sendiri, saya scroll kursor di hp saya untuk membaca status kawan-kawan satu persatu, perhatian saya terhenti pada status si kawan, "stok kesabaranku sudah habis, jadi sekarang untuk isi ulangnya, akan ku isi dengan stok emosi". Lebih kurang begitulah statusnya.
Sebagian orang sering salah kaprah dalam memaknai emosi; sebagian besar memaknai emosi sebagai amarah. Contoh yang sering saya dengar di lingkungan sekitar ungkapan “emosi aku dibuatnya”. Ungkapan tersebut dan status facebook si kawan di atas mengindikasikan kata emosi selalu dipandang negatif. Padahal pada hakikatnya emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia (Prawitasari,1995). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh, yaitu :
a)      Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b)      Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c)     Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
d)      Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e)  Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan
f)       Terkejut: terkesiap, terkejut
g)      Jengkel: hina, jijik, muak, tidak suka
h)      malu: malu hati, kesal
Nah, ada  berbagai macam jenis emosi, jadi bisa disimpulkan bahwa yang namanya emosi bukan selalu berarti amarah. karena rasa takut, kesedihan, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu dinamakan dengan emosi. So, ubahlah pola pikir kita dari sekarang!!! {*-*}