Friday, December 22, 2017

Today is Your Day Ummi, Syukran-Lakumaa, Jazaakumullaahu Khairan Katsiiraa



Wanita Hebat itu Bernama Ibu

Bermacam panggilan sekarang dilekatkan kepada seorang perempuan yang telah melahirkan. Mak, ummi, mama, bunda, mami, dan berbagai macam jenis panggilan lainnya yang berarti ibu. Panggilan yang berarti bahwa identitas seorang perempuan ini akan berubah ketika dia melahirkan seorang anak. Mulia. Ia mulia, betapa dimuliakan di sisi Allah perjuangan seorang ibu ketika mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa lainnya. Perjuangan yang dimulai dari masa mengandung selama 9 bulan lamanya pada kebiasaan. Suka-duka pada masa itu hingga tiba untuk berjumpa dengan buah hati yang selalu didoakannya agar menjadi anak shalih dan shalihah.
Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan kehidupan bayi perempuan pada masa jahiliyyah. Dulu, sebelum lahirnya Rasulullah, bayi-bayi perempuan pun dikuburkan hidup-hidup.  Kodrat perempuan adalah untuk mengandung, bisa dibayangkan jika dahulu pada masa Rasulullah jika hal ini terus berlanjut, apakah generasi manusia akan memadati dunia seperti sekarang? 

Paripurna Seorang Ibu?
Pada suatu masa beberapa bulan yang lalu sempat terjadi perdebatan seru di media sosial tentang melahirkan secara normal dan operasi caesar. Bagi perempuan yang mempunyai anugerah bisa melahirkan secara normal mengeluarkan pernyataan bahwa ibu yang melahirkan secara caesar bukanlah wanita super sehingga mengurangi nilainya untuk dipanggil sebagai seorang ibu. Sangat konyol memang bagi yang mengeluarkan dan mendukung pernyataan ini, karena pada hakikatnya untuk melahirkan melalui jalur mana saja hanyalah sebuah pilihan dan tuntutan keadaan juga. Kalau mau ditinjau lebih menyakitkan yang mana? Sama-sama menyakitkan, hanya waktu merasakan sakitnya saja yang berbeda.
Terlebih lagi, perjuangan seorang ibu tidak usai saat itu saja. Betapa banyak lagi tanggung jawab setelah itu yang perlu dijadikan bahan sharing di antara ibu-ibu dibandingkan meributkan hal-hal yang satu sama lainnya kadang tidak pernah mencicipi. Keparipurnaan itu bukan dilihat proses lahirnya si anak, tapi ketika mampu mengarahkan anak menjadi setara sukses atau lebih hebat dari ibunya sekarang.
Perempuan pekerja dan ibu rumah tangga juga sama supernya. Karena ini kembali lagi  hanyalah sebuah pilihan. Ketika seorang perempuan menjadi pekerja dan menjadi seorang ibu artinya dia sudah paham konsekuensi yang harus dijalaninya; tanggung jawabnya pun berlebih, amanahnya bertambah, dan kewajibannya pun otomatis berlipat. Sebaliknya, seorang perempuan yang hanya memilih untuk menjadi ibu rumah tangga pun itu adalah pilihan masing-masing. Tidak perlu mencibir pilihan satu sama lainnya. Satu hal yang tidak akan pernah berubah, kemana pun kaki melangkah, ketika seorang wanita sudah menjadi seorang ibu, tanggung jawabnya sudah pasti bertambah.  Meskipun sebagian besar perempuan sekarang bekerja di luar rumah, mereka masih diharapkan agar memprioritaskan mengasuh anak hingga dewasa (Stier, Lewin-Epstein, Braun, 2001).

Al Madrasatul Ula
“Al- ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. Begitulah bunyi sya’ir Arab yang berarti ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.  Ibu mana yang tidak mau melakukan hal ini? jauh-jauh hari, semua perencanaan telah dilakukan agar buah hatinya mencicipi hal yang lebih baik dari dirinya. Meskipun tidak ada ilmu parenting yang pasti untuk dijadikan patokan dalam mendidik dan setiap orang tua punya gaya berbeda dalam menyikapi dilematik dalam mendidik, namun misi semua ibu di dunia masih sama, yaitu menciptakan anak yang berkarakter.
            Berat tantangan yang harus dihadapi seorang ibu dalam mempersiapkan generasi ini. Cara yang diterapkan nenek-kakek terdahulu bisa jadi sudah kurang sesuai dengan anak zaman sekarang. “Didiklah anak sesuai zamannya” adalah pegingat dari Ali bin Abi Thalib kepada seluruh orang tua untuk menjadi seorang pendidik yang awas. Tantangan yang dihadapi mereka ke depan merupakan tantangan yang harus diantsisipasi juga oleh ibu-ibu dalam mendidik kids zaman now. Senjata yang paling ampuh yang tidak akan pernah digerus zaman jka terus ditanamkan kepada anak sejak kecil adalah ilmu agama. Benteng pertahanan anak semakin kuat jika didukung dengan ilmu lainnya untuk menghadapi tantangan-tantangan di abad modern. Seorang ibu memang harus selangkah lebih maju daripada anak-anaknya agar tidak mudah “dikibulin”.
            Satu hal yang dipinta oleh ibu kepada anaknya, yaitu bakti. Bakti di sini berarti kerja sama dari anaknya. Ketika anak mau berbakti, imbalan yang didapatkan pun sesuai. Syurga dari Allah dan kebahagiaannya di dunia. Terima kasih ibu.

Siti Sarayulis, S.I.Kom., M.A
Putri dari seorang wanita hebat yang sekarang menjadi guru  SDS Sukma Bangsa Lhokseumawe
Email: yulishasanuddin@gmail.com


Saturday, November 25, 2017

Tanyoe Jameun Hana Lagê Nyoe


Suatu keniscayaan menjadi guru adalah suatu anugerah. Namun, pada prakteknya sebagian ada yang merasa profesi ini menjadi bencana, karena setelah ditekuni, si guru merasa tidak betah dengan profesinya. Jadi, hanya berkisar pada jam masuk  pukul 07.30 dan kembali ke rumah ketika tiba waktu bubar sekolah. Pada kasus lainnya,  sebagian menjadi guru merupakan  suatu accidental  atau kebetulan belaka. Namun, selama proses penjajakan, si guru yang bukan dari sarjana pendidikan merasa awet dengan profesi tersebut karena merasa passionnya di situ. Pada ke dua masalah ini, guru manakah yang lebih baik? Guru yang punya sarjana keguruan, namun mengajar karena tidak ada profesi lain yang mumpuni atau guru yang tidak pernah mencicipi bangku kuliah kependidikan, namun mengajar dengan sepenuh hati dan dedikasi?
            Ketika menekuri pertanyaan ini untuk memperoleh jawabannya, terkenang kembali masa lampau. Pada tahun 1990-an di Aceh, anak-anak yang sudah berusia 6 atau 7 tahun sama halnya seperti anak-anak sekarang sudah mulai disekolahkan ke sekolah formal. Pada usia 5 tahun, sebagian anak-anak pada masa itu sudah termotivasi untuk sekolah karena melihat kawan-kawan sepermainannya sudah mulai sekolah, jadi orang tua pada saat itu meminta anak-anaknya untuk menjulurkan tangan kanan melalui kepala bagian atas untuk memegang telinga kiri, jika tangan kanan sudah bisa menjangkau telinga kiri, si anak akan diimingi untuk bisa langsung mulai sekolah. Sepulang dari sekolah pukul 12 atau paling telat pukul 13.00 di Sekolah Dasar, mereka akan diantarkan oleh orang tuanya atau mengayuh sepeda untuk ngaji di balê-balê. Pengajarnya bukan lulusan keguruan, tapi para teungku tanpa ijazah pendidikan ini hanya berbekal keyakinan bahwa pentingnya memapah generasi ini menjadi generasi Qurani. Apakah mereka dibayar mahal? Apakah ada tunjangannya? Jawabannya tentu tidak, hanya berbekal bue leukat dan peureutêk ie ôn yang diantarkan oleh orang tua ketika pertama kali didaftarkan.

Beureukat bak Gurê
Ali radhiyallahu 'anhu berkata:"Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan, ataupun tetap menjadi hambanya". Jika ditelisik sekarang dan dulu, banyak perbedaan yang kita lihat. Esensi yang dulu bisa kita lihat secara kasat mata sudah agak langka di masa sekarang. Serba instant, serba mudah, dan serba segala. Keserbaan ini besar tumbalnya. Generasi sekarang tidak perlu bersusah payah untuk memperoleh sesuatu, sehingga rasa menghargainya pun kurang. Akibatnya, rasa syukur berkarat, berkat pun sekarat. Betapa banyak sekarang guru yang mengelus dada hanya karena melihat tingkah siswanya. Perbincangan di tengah guru pun kadang tak terlepas dari pernyataan “tanyoe jameun hana lage nyoe (dulu kita tidak seperti ini)” ketika melihat siswanya bertingkah di luar batas kesanggupannya untuk bisa mencari solusi.
            Nah, sekarang lebih dari  satu huruf yang diajarkan seorang pendidik, bermacam sumber digali oleh guru, berbagai training difasilitasi agar guru bisa mendidik sesuai tuntutan. Dengan jumlah siswa yang maksimal saat ini 30 orang setiap kelasnya jika dibandingkan dengan dulu yang bisa mencapai 40 orang. Menjadi hal yang mengenaskan ketika efek didikan yang diterima oleh anak didik masih belum 100 % dan hanya seuntai doa yang menjadi senjata terakhir ketika usaha sudah dilakukan maksimal oleh pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Memang tidak bisa dipungkiri, keberkatan dari seseorang yang kita panggil guru merupakan suatu keharusan agar kebermanfaatan ilmu itu dapat kita cicip. Benar apa yang dibilang oleh Imam Syafi’I bahwa ilmu itu umpama Nur  dan Nurullah ini tidak diberikan kepada orang yang melakukan maksiat. Maksiat di sini bukan hanya melakukan perbuatan haram, tapi membantah guru,  membolos sekolah, mencontek, dan perbuatan khilaf kecil lainnya yang pada aturan sekolah sudah dilarang merupakan kategori maksiat dalam konteks pendidikan. Pembudayaan cetusan “peraturan kan dibuat untuk dilanggar” di tengah-tengah kita sama saja dengan bentuk persetujuan terhadap lahirnya benih-benih pembangkang dan penyangkal kebenaran.

Kiprah Seorang Guru
Betapa banyak profesi yang dilahirkan oleh seorang guru. Bermula dari seorang guru, lahir lah guru-guru lainnya, dokter-dokter,  para ahli hukum, analis perbankan, dan orang-orang yang benar-benar orang lainnya. Profesi guru merupakan bakat alami yang patut disyukuri. Memang semua orang bisa menjadi guru, tapi tidak  sembarang guru mampu menjadi guru sesungguhnya. Sudah menjadi pengakuan tak terucap, jika menjadi guru artinya tanggung jawabnya adalah mencerdaskan bangsa. Namun, pada hakikatnya tugas guru bukan hanya mengajar dengan mentransfer ilmu, tapi lebih kompleks dari itu; guru itu pendidik, guru itu orang tua ke dua yang penuh perhatian kepada anak didiknya; yang bersedia menyisiri rambut siswanya di sekolah, memotongkan kuku anak didiknya, menjahitkan kancing baju anak didiknya jika ada yang terlepas, memasukkan dasi ke kerah baju jika miring posisinya, meluruskan posisi jelbab jika siswinya terburu-buru berangkat dari rumah, dan kegiatan-kegiatan kecil lainnya agar anak didiknya terlihat rapi jali, tampan, dan cantik.
            Hari ini tepat 25 November merupakan momentum yang tepat bagi kita yang pernah menjadi murid dan mempunyai guru-guru, orang tua yang anaknya dididik oleh para guru, dan murid yang mempunyai guru-guru untuk merenungi hal apa yang sudah kita lakukan untuk membalas jasa mereka  sehingga ilmu yang mereka berikan akan benar-benar menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi salah satu amal jariah bagi mereka yang tidak pernah terputus pahalanya. TERIMA KASIH PARA PAHLAWAN KU.

Siti Sarayulis, S.I.Kom., M.A.
Penulis  Hanyalah Seorang  Murid yang Sekarang Menjadi Guru SDS Sukma Bangsa Lhokseumawe

Email: yulishasanudddin@gmail.com

Friday, October 6, 2017

Kata Ganti Hubungan Kekeluargaan

Kata ganti yang menunjukkan hubungan kekeluargaan dalam bahasa Aceh, kebanyakan terdiri dari kata yang bersuku satu, tetapi ada juga yang bersuku dua. Kata yang bersuku dua pengertiannya adalah sama dengan kata yang bersuku satu.

Kata ganti yang menyatakan hubungan kekeluargaan dalam bahasa Aceh adalah sebagai berikut:
1.   Panggilan untuk orang tua lelaki: Ayah, yah, du, di, abu, abi, dan tu.
2. Panggilan untuk orang tua perempuan atau panggilan terhadap wanita yang telah berumur:  Ummi, mi, ma, nyak.
3.   Panggilan untuk abang bapak/ibu: Abuwa
4.   Panggilan untuk adik bapak/pakcik: Apa
5.  Panggilan untuk kakak bapak bapak/ibu: Makwa, mawa.
6.   Panggilan untuk adik bapak/ibu: Macut, Makcik.
7.   Panggilan untuk abang ipar: Polém.
8.   Panggilan untuk kakak ipar: Teumuda.
9. Panggilan untuk abang/kaka laki-laki: Dalém, bang, abang (aduen).
10. Panggilan untuk kakak perempuan: Da, cuda, cupo, dan cut ti
11.    Panggilan untuk adik laki-laki atau perempuan: Adoe, dék, adék, nyak.
12.   Panggilan untuk anak laki-laki: Agam.
13.   Panggilan untuk anak perempuan: Inong.

Source: Sulaiman, Budiman. Bahasa Aceh Jilid 1. 1977. Banda Aceh
Edited by: Siti Sarayulis, S.I.Kom.


17 Agustus 1945


17 Agustus 1945 adalah uroe kemerdekaan nanggroe geutanyoe tercinta Indonesia. Seugahlóm uroe 17 bak thón 1945 nyan, nanggroe nyoe diyub penjajahan Nanggroe Belanda selama 3,5 Abad. 1 abad berarti sereutóh thon, meuseu 3,5 abad berarti lhee reutóh limóng plóh thón. Cukóp brat sedih syedara-syedara geutanyoe jameun. Lheuh nyan, Jepang pih tóm dijajah Indonesia selama 3,5 thón. Ban dua negara nyan tóm dicók hasé bak nanggroe tanyoe.

Alhamdulillah nanggroe yang meulambang dengan cicém garuda pancasila nyoe ka bebah dari penjajah. Jadi, tanyoe sebagai generasi bak masa ukeu, harus ta buktikan rasa teurimong geunaseh tanyoe dengon ta belajar yang jeumot. Tanyoe pih harus ta teupeu dalam nanggroe yang le suku deungon agama nyoe, na si on pita yang melengkong u ateuh bak aki cicém garuda pancasila, bak pita nyan meutuleh kata “Bhinneka Tunggal Ika”, yang berarti meskipun beda, geutanyoe tetap satu. Kata nyan berasal dari buku Sutasoma,yang geutuleh oleh Empu Tantular. 


Wednesday, October 4, 2017

Sinonim dan Antonim

Sinonim adalah kata yang mempunyai yang hampir sama maknanya.
Contoh: pintar = pandai.

Antonim adalah kata yang mempunyai arti berlawanan.
Contoh: hitam X putih, pendek X panjang, rendah X tinggi, dan sebagainya.

Thursday, September 14, 2017

Banyak Jalan Menuju Roma


(1) Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (sekalian makhluk), (2) Ia menciptakan manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan, (5) Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S.  Al-‘Alaq, 1-5)

Stimulan yang paling ampuh terdapat dalam Al Quran, sumber pedoman bagi kita umat Islam, yaitu Iqra! (bacalah!). Betapa pentingnya perintah ini, sehingga wahyu yang diterima oleh Rasulullah pertama kali pun agar diserukan  kepada seluruh umat manusia adalah membaca. Banyak juga pencerahan-pencerahan terkait  membaca, diantaranya; membaca membuka jendela dunia. Ungkapan lainnya dari Hazel Rochman; “membaca membuat kita semua menjadi imigran, Ia membawa kita jauh dari rumah, tapi lebih penting lagi ia menemukan rumah bagi kita di mana saja.” Benar!!! satu lembar buku yang dibaca setiap hari akan melahirkan begitu banyak pengetahuan yang tidak pernah kita bayangkan.
Banyak tahapan proses yang harus dilalui oleh setiap individu hingga mencapai kemampuan untuk memahami bacaan yang dibaca. Bahkan memerlukan waktu yang lebih lama lagi untuk mengaplikasikan apa yang dibaca. Untuk mencapai hal ini, pemerintah mencanangkan 8 September sebagai hari Aksara disamping penetapan program wajib belajar 9 tahun. Sejak tahun 2005, program ini telah menjadi perhatian guna memberantas rakyat yang masih buta huruf. Memang objek dari kegiatan fungsional ini diproritaskan untuk yang berusia 17 hingga 30 tahun dengan karakteristik; kemampuan nalar dan motivasi untuk belajar yang masih rendah, kesibukan yang tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti pendidikan dengan jadwal yang ketat, dan ada keinginan untuk perbaikan dirinya dengan mengikuti kegiatan ini secara suka rela.
Kilas Balik Perjalanan
Tepat pada perayaan Hari Aksara Internasional ke 50 di Subulussalam 2016 lalu, 2017 ini diharapkan seluruh masyarakat melek huruf. UNESCO (Organisasi PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan) mendefinisikan melek aksara sebagai “kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan, dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan cetak dan tulisan yang berkaian dengan berbagai situasi.” Pada tahun 2010 terdapat 95.21 % penduduk Aceh yang berusia 15-59 tahun sudah melek huruf. 4 tahun kemudian, tahun 2014, peningkatan rakyat yang melek huruf menjadi 96.3 %. Jika pada 2014, 2.5 % warga Aceh buta aksara, pada 2017 hanya 1.75 %. Ini menunjukkan ada penurunan yang signifikan terhadap jumlah buta aksara di Aceh dibanding tahun sebelumnya (Antara Aceh, 10 November 2015).
Hal ini berbanding terbalik dengan fenomena melek huruf Alquran di Aceh. Terungkapnya 82 %  mahasiswa baru Universitas Syiah Kuala tak bisa baca Quran (Serambi, 28 Juli 2015). Hal ini sangat memprihatinkan di bumi seuramoe mekkah ini. 99.99 % penduduknya notabene beragama islam dan Al Quran lah sebagai tuntutan dan acuan hidup umat manusia yang beragamakan islam. Bahkan,  dengan budaya “jak beut atau jak meudagang” di Aceh yang sudah dibiasakan sejak dahulu seyogyanya kemerosotan ini bisa dihindari. Namun, kenyataannya, kebiasaan yang mendarah daging sejak dari nenek-kakek terdahulu hingga sekarang untuk menuntut ilmu akhirat, dimana dalam kegiatan ini ada satu orang ‘alim (lebih tahu), yang sering dipanggil dengan teungku (guru) yang membaca kitab sesuai tingkatan pemahaman muridnya pun tidak mampu menggugah naluri beberapa generasi tentang betapa pentingnya pendidikan.
Terlepas dari itu semua, kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran pun harus dijadikan pertimbangan. Hak anak untuk bermain jangan sampai terabaikan hanya karena obsesi orang tua untuk mencerdaskkan anak sejak dini. Sehingga usia anak belum 6 tahun sudah mulai diwajibkan untuk bisa baca dan tulis. Kesiapan anak di bangku sekolah dasar pun dijadikan alasan. Esensinya, bukan kemampuan baca tulis yang harus dijejali kepada anak. Namun, sebelum mulai menempuh pendidikan formal di sekolah dasar, hendaknya orang tua memastikan anaknya mempunyai kemampuan sosial atau interpersonal dan kepercayaan diri yang tinggi; bermain dengan teman sebayanya, menjalin komunikasi yang bagus, dan berani menyampaikan pikiran-pikiran dan ide-idenya  sebagai modal awal untuk menempuh pembelajaran yang sukses di masa depan (Tansey: 2008).
Prospek ke Depan
            Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan generasi saat ini dan masa depan siap untuk menghadapi tantangan global. Perbaikan di tingkat sosial dan ekonomi Aceh ini pun akan ikut berkembang jika pendidikannya berkualitas. Pemberantasan buta huruf hingga mencapai titik nihil harus digalakkan. Bukan hanya pemerintah saja dengan program wajib belajar 9 tahun-nya, instansi-instansi pendidikan pun harus bekerja sama giatnya. Calon-calon sarjana, seperti mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan) yang pada titik akhir sebelum menyelesaikan pendidikan sarjananya pun bisa ikut membantu. Melalui program pengabdian masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan KKN (Kelompok Kerja Nyata), para mahasiswa bisa turun ke gampóng-gampóng untuk mengabdi kepada masyarakat dengan membina sekolah-sekolah tenda. Dalam konsep sekolah tenda ini, keberlanjutan dan konsisten adalah kunci keberhasilannya. Setelah gelombang KKN pertama selesai, gelombang selanjutnya pun semestinya melanjutkan program kerja sebelumnya. Sehingga, tidak harus selalu memulai dari nol.  Jangan seperti kebiasaan sekarang ini, begitu selesai memenuhi kredit semester, selesai pula programnya, sehingga tidak ada konsistensi dan keberlanjutan. Kenapa harus memulai dari nol, jika bisa dilanjutkan dengan memulai dari angka satu???
            Kalahnya pamor buku dibanding gadget di tengah anak pun mejadi tantangan. Mahalnya harga buku?? Mudahnya akses internet??? Repotnya menjinjing buku dibanding gadget???. Itu sekelumit pertanyaan retoris, namun secara tidak sadar menjadi kesepakatan yang tidak terucapkan di tengah-tengah kita. Di sinilah perlu kampanye besar dari perpustakaan untuk menumbuhkan semangat baca anak dengan gencarnya berkeliling menjemput bola di mana ada anak-anak, ada buku yang menemani.  Alternatif lain yang patut dicoba adalah perpustakaan di gampóng, tepatnya di meunasah-meunasah sebagai alternatif pusat baca yang bekerja sama dengan perangkat gampóng pun patut dijajaki.
Siti Sarayulis, S.I.Kom., M.A
Guru SD Sukma Bangsa Lhokseumawe

Email: Yulishasanuddin@gmail.com

Monday, March 27, 2017

Awesome (*--*)


Alhamdulillah tepat tanggal 10 March 2017 tiba di Helsinky untuk menyelesaikan master of education yang telah dijalani dari September 2015. Luar biasa memang perjalanannya, dimulai dari perjalanan mempelajari bahasa inggris dari nol kembali, mencoba mengikuti ujian TOEFL ITP, karantina selama proses belajar, dan berbagai suka-duka lainnya. Kami stay di sini selama 33 hari hingga 10 April 2017.



Memegang salju untuk pertama kalinya (Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar). Cuaca extreme, sepertinya kulit terkejut dengan efeknya, sehingga mengalami gatal-gatal (alergi dingin rupanya sayanya, cocoknya tinggal di Indonesia (*--*). Faktanya, udara berangin di sini lebih menggigit dinginnya daripada salju.


Daaan di sini pun dengan 29 kawan-kawan lainnya, kami stay di Ahlman dormitory. My roommate juga dari Aceh dan hanya 1 roommate. Kami juga difasilitasi dengan 1 kitchen, dimana kami masih tetap bisa merasakan mie instan (jau-jauh ke Eropa, kok mie instan lagi :) :) )

Monday, January 23, 2017

My Youngest brother's story



I have a big family.  My parent's name is H.Hasanuddin H. Usman and Hj.  Ainol Mardhiah. I have 3 brothers and 5 sisters. 3 of 5 my sisters and all of my brothers already married.  The first is my sister.  Her name is Siti Aminah. She has married with Tgk. Ibrahim Abdul Aziz. They have 4 children; 2 boys and 2 daughters.  The second is my brother.  His name is Baihaqi. He has married with Nidar wati. They have 2 children. Both of them are boys.  The third is my brother.  His name is Musthafa Kamal. He has married with Ti Sara. They have 4 children; 3 daughters and a boy.  The fourth is my brother. He has married with Kasma Wati.  They have just married, so they have no child yet.  The fifth and the sixth are my twin sisters.  Both of them only have one daughter. The seventh and the eighth are not marry yet. Finally, I am the last child who has the big opportunity to do my best for creating a better life. 

My FAmilyyyyyyyy

Hmmmmmmm....Quality Timeeee







SEMUUUUUUU

Bukannya tidak menyambut baik semua proses komunikasi ini, tapi pernahkah kamu memberi setitik harapan kepadaku? Jelas aku sudah memberi umpan langsung, tapi kamu hanya menanggapinya dengan 'hehehe'  dan tidak perlu waktu lama yang membuat keyakinan ku pun semakin bertambah dengan melihat kamu kembali dekat dengan wanita sederhana mu itu,,, dari penampilan aku memang sederhana, tapi sikapku sangat complicated, aku bisa ngomong begitu karena jelas kamu tidak berkomitmen dengan ku, tapi aku mendidih sendiri melihat gelagat kalian (*sepertinya aku yang aneh, bukan kamu, jelas kita tidak pernah janji mau dibawa kemana cerita ini, aku aja yang ke-gedean rasanya, hehehe)... yaaah, beginilah adanya aku.  Aku seorang wanita pencemburu, serius, aku tidak mudah berbagi, jadi maaf aku menjauh, ini demi kebaikan semua,, semoga pilihan kita tepat: kamu dengan dirinya dan diriku dengan prinsipku 'tidak akan pernah membual perasaanku kepada laki-laki yang belum tentu jadi imamku' ... Insya Allah akan indah pada waktunya, sedikit bersabar tidak membawa kerugian untukku, aku yakin dengan janji Allah: jodoh, rezeki, dan maut semua sudah digariskan. Waktunya saja yang masih menjadi misteri bagi semua.  SABARRRR


Attachments area