Friday, December 22, 2017

Today is Your Day Ummi, Syukran-Lakumaa, Jazaakumullaahu Khairan Katsiiraa



Wanita Hebat itu Bernama Ibu

Bermacam panggilan sekarang dilekatkan kepada seorang perempuan yang telah melahirkan. Mak, ummi, mama, bunda, mami, dan berbagai macam jenis panggilan lainnya yang berarti ibu. Panggilan yang berarti bahwa identitas seorang perempuan ini akan berubah ketika dia melahirkan seorang anak. Mulia. Ia mulia, betapa dimuliakan di sisi Allah perjuangan seorang ibu ketika mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa lainnya. Perjuangan yang dimulai dari masa mengandung selama 9 bulan lamanya pada kebiasaan. Suka-duka pada masa itu hingga tiba untuk berjumpa dengan buah hati yang selalu didoakannya agar menjadi anak shalih dan shalihah.
Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan kehidupan bayi perempuan pada masa jahiliyyah. Dulu, sebelum lahirnya Rasulullah, bayi-bayi perempuan pun dikuburkan hidup-hidup.  Kodrat perempuan adalah untuk mengandung, bisa dibayangkan jika dahulu pada masa Rasulullah jika hal ini terus berlanjut, apakah generasi manusia akan memadati dunia seperti sekarang? 

Paripurna Seorang Ibu?
Pada suatu masa beberapa bulan yang lalu sempat terjadi perdebatan seru di media sosial tentang melahirkan secara normal dan operasi caesar. Bagi perempuan yang mempunyai anugerah bisa melahirkan secara normal mengeluarkan pernyataan bahwa ibu yang melahirkan secara caesar bukanlah wanita super sehingga mengurangi nilainya untuk dipanggil sebagai seorang ibu. Sangat konyol memang bagi yang mengeluarkan dan mendukung pernyataan ini, karena pada hakikatnya untuk melahirkan melalui jalur mana saja hanyalah sebuah pilihan dan tuntutan keadaan juga. Kalau mau ditinjau lebih menyakitkan yang mana? Sama-sama menyakitkan, hanya waktu merasakan sakitnya saja yang berbeda.
Terlebih lagi, perjuangan seorang ibu tidak usai saat itu saja. Betapa banyak lagi tanggung jawab setelah itu yang perlu dijadikan bahan sharing di antara ibu-ibu dibandingkan meributkan hal-hal yang satu sama lainnya kadang tidak pernah mencicipi. Keparipurnaan itu bukan dilihat proses lahirnya si anak, tapi ketika mampu mengarahkan anak menjadi setara sukses atau lebih hebat dari ibunya sekarang.
Perempuan pekerja dan ibu rumah tangga juga sama supernya. Karena ini kembali lagi  hanyalah sebuah pilihan. Ketika seorang perempuan menjadi pekerja dan menjadi seorang ibu artinya dia sudah paham konsekuensi yang harus dijalaninya; tanggung jawabnya pun berlebih, amanahnya bertambah, dan kewajibannya pun otomatis berlipat. Sebaliknya, seorang perempuan yang hanya memilih untuk menjadi ibu rumah tangga pun itu adalah pilihan masing-masing. Tidak perlu mencibir pilihan satu sama lainnya. Satu hal yang tidak akan pernah berubah, kemana pun kaki melangkah, ketika seorang wanita sudah menjadi seorang ibu, tanggung jawabnya sudah pasti bertambah.  Meskipun sebagian besar perempuan sekarang bekerja di luar rumah, mereka masih diharapkan agar memprioritaskan mengasuh anak hingga dewasa (Stier, Lewin-Epstein, Braun, 2001).

Al Madrasatul Ula
“Al- ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. Begitulah bunyi sya’ir Arab yang berarti ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.  Ibu mana yang tidak mau melakukan hal ini? jauh-jauh hari, semua perencanaan telah dilakukan agar buah hatinya mencicipi hal yang lebih baik dari dirinya. Meskipun tidak ada ilmu parenting yang pasti untuk dijadikan patokan dalam mendidik dan setiap orang tua punya gaya berbeda dalam menyikapi dilematik dalam mendidik, namun misi semua ibu di dunia masih sama, yaitu menciptakan anak yang berkarakter.
            Berat tantangan yang harus dihadapi seorang ibu dalam mempersiapkan generasi ini. Cara yang diterapkan nenek-kakek terdahulu bisa jadi sudah kurang sesuai dengan anak zaman sekarang. “Didiklah anak sesuai zamannya” adalah pegingat dari Ali bin Abi Thalib kepada seluruh orang tua untuk menjadi seorang pendidik yang awas. Tantangan yang dihadapi mereka ke depan merupakan tantangan yang harus diantsisipasi juga oleh ibu-ibu dalam mendidik kids zaman now. Senjata yang paling ampuh yang tidak akan pernah digerus zaman jka terus ditanamkan kepada anak sejak kecil adalah ilmu agama. Benteng pertahanan anak semakin kuat jika didukung dengan ilmu lainnya untuk menghadapi tantangan-tantangan di abad modern. Seorang ibu memang harus selangkah lebih maju daripada anak-anaknya agar tidak mudah “dikibulin”.
            Satu hal yang dipinta oleh ibu kepada anaknya, yaitu bakti. Bakti di sini berarti kerja sama dari anaknya. Ketika anak mau berbakti, imbalan yang didapatkan pun sesuai. Syurga dari Allah dan kebahagiaannya di dunia. Terima kasih ibu.

Siti Sarayulis, S.I.Kom., M.A
Putri dari seorang wanita hebat yang sekarang menjadi guru  SDS Sukma Bangsa Lhokseumawe
Email: yulishasanuddin@gmail.com